ETIKA BISNIS TAK
BERJALAN DI INDONESIA:
ADA APA DALAM CORPORATE
GOVERNANCE?
Tulisan
ini berbentuk critical review dari
artikel yang ditulis oleh Prof. Niki Lukviarman, SE., MBA., DBA., Ak
(Universitas Andalas, Padang) yang diterbitkan dalam Jurnal Siasat Bisnis No. 9
Vol. 2, Desember 2004.
Secara
garis besar, masalah yang berada dalam artikel ini memperlihatkan bahwa
pelaksanaan Corporate Governance di Indonesia masih buruk. Hal ini tercermin
ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997 dimana Indonesia merupakan negara yang
paling menderita serta paling lama bangkit dari dampak krisis tersebut.
Reformasi sistem Corporate Governance nasional secara legal-formal dimulai saat
lembaga keuangan terbesar di dunia (IMF) datang menawarkan program penyelamatan
ekonomi dengan syarat adanya perbaikan serta peningkatan praktik Corporate
Governance di Indonesia. Hal ini kemudian diiringi dengan dilahirkannya kode
etik untuk pelaksanaan Corporate Governance melalui Code for Corporate
Governance. Namun hingga kini penerapan
kode etik ini belum bersifat wajib atau masih bersifat himbauan dan hanya
ditujukan pada perusahaan yang tercatat di pasar modal. Lantas Corporate
Governance itu harus seperti apa?
Paragraf
di atas adalah ringkasan (review)
dari bagian artikel yang menjelaskan masalah terkait artikel yang disusun penulis.
Berdasarkan bagian “Masalah” tersebut saya menangkap bahwa penulis merumuskan
masalah menjadi dua poin penting, yaitu (1) mengapa penerapan kode etik untuk
pelaksanaan praktik Corporate Governance ini belum bersifat wajib atau masih
bersifat himbauan dan hanya ditujukan pada perusahaan yang tercatat di pasar
modal, serta (2) Corporate Governance itu harus seperti apa?
Dalam
bagian “Kenapa Corporate Governance?”, dijelaskan kenapa berbagai praktik yang
dilakukan perusahaan berhubungan dengan krisis ekonomi nasional secara
menyeluruh. Berdasarkan penjelasan yang dituangkan penulis dalam artikelnya,
hal tersebut dapat dijelaskan dari sudut pandang organisasi sebagai suatu
sistem. Sebuah sistem terdiri dari berbagai komponen (sub-system) seperti
perusahaan dan kelembagaan lainnya yang akan berinteraksi di dalam sistem
tersebut. Sistem itu akan berjalan lancar dan baik jika semua komponen berjalan
dengan fungsi dan perannya serta berinteraksi secara harmoni. Jika tidak maka
akan terjadi kekacauan dengan akibat tidak tercapainya tujuan yang diinginkan.
Sedangkan Corporate Governance disini berperan sebagai perangkat atau
kelembagaan yang mengatur agar sistem berjalan dengan baik, seimbang, serta
optimal
Dalam
bagian berikutnya yaitu “CG: Konsep Lama yang Menjadi trend Kembali”, penulis
menjelaskan bahwa Corporate Governance merupakan konsep lama yang dapat
ditelusuri balik hingga ke akhir abad 18 Masehi. Dalam bagian tersebut penulis
menguraikan perkembangan Corporate Governance dari awal mula tercetus. Selanjutnya
disimpulkan bahwa masalah Corporate Governance akan selalu muncul jika terdapat
konflik kepentingan dalam suatu perusahaan. Sementara konflik kepentingan di
dalam suatu perusahaan disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan kekuatan
anatara berbagai pihka yang berhubungan. Keseimbangan antara berbagai pihal
yang berhubungan tersebut membutuhkan aturan main yang jelas agar perangkat
organisasi dalam sebuah sistem dapat menjalankan fungsi untuk menjamin
terjaganya kepentingan berbagai pihak yang berhubungan dengan perusahaan.
Menurut
saya, judul pada bagian “CG: Konsep Lama yang Menjadi Trend Kembali” tidak
cocok dengan pembahasan (isi) pada bagian tersebut, karena pembahasan dalam
bagian tersebut lebih ditekankan pada perkembangan Corporate Governance. Dan
tidak tampak adanya pembahasan mengapa konsep Corporate Governance menjadi
trend kembali saat ini seperti juduk yang ditulisakn penulis.
Selanjutnya
adalah bagian yang berjudul “Kondisi Penerapan CG di Indonesia”. Menurut saya
penulis sudah sangat jelas dan terperinci menjabarkan kondisi penerapan
Corporate Governance di Indonesia dimana sistem pengelolaan perusahaan di
Indonesia sangat dipengaruhi oleh faktor ketergantungan pada struktur
perusahaan dan hukum yang diwarisi dari Belanda. Serta mekanisme kontrol dalam
sistem Corporate Governance yang belum sepenuhnya dapat mengandalkan mekanisme
pasar sebagai perangkat kontrol sehingga sistem yang ada belum cukup untuk
mendisiplinkan perusahaan seperti halnya di negara maju.
Penulis
juga telah memaparkan dengan jelas berbagai kendala dalam penerapan Corporate
Governance di Indonesia dalam bagian yang berjudul “Kendala Penerapan CG di
Indonesia”. Dalam bagian ini penulis menjelaskan salah satu kendala dalam
penerapan Corporate Governance di Indonesia adalah masalah hukum. Selain itu
ada moral dan etika yang menurut penulis merupakan kendala paling mendasar
dalam penerapan Corporate Governance di Indonesia. Penulis menegaskan bahwa
terlepas dari efektif atau tidaknya perangkat hukum dan peraturan yang ada, peluang
untuk mendahulukan kepentingan kelompok (pemilik mayoritas) dengan mengorbankan
kepentingan pihak lain, misalnya pemilik minoritas bahkan masyarakat/publik
adalah sangat besar.
Bagian
yang berjudul “Kondisi Penerapan CG di Indonesia” dan “Kendala Penerapan CG di
Indonesia” merupakan dua bagian terpenting dalam artikel ini. Kedua bagian
tersebut menjadi pokok jawaban yang menjelaskan permasalahan terkait judul yang
diangkat oleh penulis.
“CG
dan Etika Bisnis” menjadi bagian selanjutnya dalam artikel yang ditulis Prof.
Niki Lukviarman. Sesuai dengan judulnya, bagian ini menjelaskan mengenai etika
bisnis dan Corporate Governance. Pembahasan dalam bagian ini diperkuat oleh
contoh penerapan Corporate Governance yang kembali penulis tekankan. Inti dari
bagian ini adalah kendala dalam pelaksanaan Corporate Governance berada pada
sisi manusianya atau individu yang berada dalam sistem tersebut. Mekanisme
Corporate Governance akan berfungsi optimal jika semua individu yang terkait
berpedoman pada aspek moralitas atau etika dalam melaksanakan fungsi dan
tanggung jawabnya masing-masing. Hal ini tentu saha memerlukan adanya suatu
pedoman etika bisnis yang jelas dan terperinci agar setiap pelanggaran moral
bisa dipertanggungjawabkan didepan hukum formal.
Saran
yang dapat saya berikan dalam bagian ini adalah dapat dilakukannya pemadatan
pembahasan mengenai CG dan Etika Bisnis ini, karena menurut saya pembahasan
pada bagian ini masih berkaitan dengan bagian sebelumnya, yaitu Kendala
Penerapan CG di Indonesia, dimana masalahnya adalah sisi moralitas dan belum
adanya pedoman yang jelas. Selain itu mungkin akan terasa lebih nyaman untuk
dibaca jika penjelasan mengenai hubungan
antara Corporate Governance dan Etika Bisnis
dijelaskan pada beberapa paragraf awal dari bagian yang berjudul “CG dan
Etika Bisnis” ini, baru selanjutnya penjelasan dari masing-masing CG dan Etika
Bisnis. Menurut saya akan lebih mudah dipahami ketika keterkaitan antara CG dan
Etika Bisnis dijelaskan terlebih dahulu.
Bagian
terakhir dari artikel ini yaitu “Penutup”. Penulis telah menyimpulkan mengapa
etika bisnis tidak berjalan di Indonesia berdasarkan karakteristik umum
penerapan CG Sistem di Indonesia. Bagian kesimpulan ini telah menjawab
pertanyaan terkait dengan judul yang penulis angkat, yaitu ada apa dalam
Corporate Governance. Namun, dalam kesimpulan ini saya tidak menemukan jawaban
atas rumusan masalah yang tergambar dalam bagian yang berjudul “Masalah”,
antara lain: (1) mengapa penerapan kode etik untuk pelaksanaan praktik
Corporate Governance ini belum bersifat wajib atau masih bersifat himbauan dan
hanya ditujukan pada perusahaan yang tercatat di pasar modal, serta (2)
Corporate Governance itu harus seperti apa?
Letak
kontribusi terbesar penelitian ini adalah pada kondisi penerapan Corporate
Governance di Indonesia serta berbagai kendala yang terjadi. Kondisi dan
kendala dari penerapan Corporate Governance ini mampu menggambarkan serta
mengedukasi pembaca bahwa Indonesia perlu berbenah termasuk perbaikan moral dan
etika bisnis demi terciptanya praktik Corporate Governance yang baik. Selain
itu karakteristik umum penerapan CG sistem di Indonesia yang telah penulis
rangkum dalam bagian penutup diharapkan mampu menjadi bahan evaluasi bagi
perkembangan Corporate Governance ke arah yang lebih baik, serta menjadi tolak
ukur untuk segera berbenah dari kesalahan-kesalahan dalam menjalankan kegiatan
operasi perusahaan selama ini.
Beberapa
kelemahan yang saya dapatkan dalam artikel ini antara lain adalah tidak adanya
data resmi yang mampu memperkuat bukti bahwa etika bisnis dan Corporate
Governance di Indonesia tidak berjalan dengan baik. Selain itu beberapa
referensi yang penulis gunakan sudah teralu lama seperti referensi yang
diterbitkan tahun 1972, 1932, 1937, dan 1976. Namun hal ini tidak bersifat
keseluruhan karena penulis juga menggunakan referensi terbaru.
Artikel
ini tergolong penelitian deskriptif dimana penelitian ini ditujukan untuk
mendiskripsikan atau menjelaskan fenomena yang ada. Dalam hal ini fenomena yang
dimaksud adalah etika bisnis yang tidak berjalan di Indonesia, sesuai dengan
masalah yang telah penulis sebutkan di bagian awal. Dalam artikel ini saya
tidak menemukan adanya solusi dari permasalahan yang telah dikemukakan. Selain
itu menurut saya artikel ini belum menjelaskan secara mendalam dan terfokus
pada studi kasus atau survey sehingga didapatkan faktor paling berpengaruh dan
solusi konkrit yang lebih tepat sasaran.