Kamis, Maret 21, 2013

Article Review


ETIKA BISNIS TAK BERJALAN DI INDONESIA:
ADA APA DALAM CORPORATE GOVERNANCE?

Tulisan ini berbentuk critical review dari artikel yang ditulis oleh Prof. Niki Lukviarman, SE., MBA., DBA., Ak (Universitas Andalas, Padang) yang diterbitkan dalam Jurnal Siasat Bisnis No. 9 Vol. 2, Desember 2004.
Secara garis besar, masalah yang berada dalam artikel ini memperlihatkan bahwa pelaksanaan Corporate Governance di Indonesia masih buruk. Hal ini tercermin ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997 dimana Indonesia merupakan negara yang paling menderita serta paling lama bangkit dari dampak krisis tersebut. Reformasi sistem Corporate Governance nasional secara legal-formal dimulai saat lembaga keuangan terbesar di dunia (IMF) datang menawarkan program penyelamatan ekonomi dengan syarat adanya perbaikan serta peningkatan praktik Corporate Governance di Indonesia. Hal ini kemudian diiringi dengan dilahirkannya kode etik untuk pelaksanaan Corporate Governance melalui Code for Corporate Governance.  Namun hingga kini penerapan kode etik ini belum bersifat wajib atau masih bersifat himbauan dan hanya ditujukan pada perusahaan yang tercatat di pasar modal. Lantas Corporate Governance itu harus seperti apa?
Paragraf di atas adalah ringkasan (review) dari bagian artikel yang menjelaskan masalah terkait artikel yang disusun penulis. Berdasarkan bagian “Masalah” tersebut saya menangkap bahwa penulis merumuskan masalah menjadi dua poin penting, yaitu (1) mengapa penerapan kode etik untuk pelaksanaan praktik Corporate Governance ini belum bersifat wajib atau masih bersifat himbauan dan hanya ditujukan pada perusahaan yang tercatat di pasar modal, serta (2) Corporate Governance itu harus seperti apa?
Dalam bagian “Kenapa Corporate Governance?”, dijelaskan kenapa berbagai praktik yang dilakukan perusahaan berhubungan dengan krisis ekonomi nasional secara menyeluruh. Berdasarkan penjelasan yang dituangkan penulis dalam artikelnya, hal tersebut dapat dijelaskan dari sudut pandang organisasi sebagai suatu sistem. Sebuah sistem terdiri dari berbagai komponen (sub-system) seperti perusahaan dan kelembagaan lainnya yang akan berinteraksi di dalam sistem tersebut. Sistem itu akan berjalan lancar dan baik jika semua komponen berjalan dengan fungsi dan perannya serta berinteraksi secara harmoni. Jika tidak maka akan terjadi kekacauan dengan akibat tidak tercapainya tujuan yang diinginkan. Sedangkan Corporate Governance disini berperan sebagai perangkat atau kelembagaan yang mengatur agar sistem berjalan dengan baik, seimbang, serta optimal
Dalam bagian berikutnya yaitu “CG: Konsep Lama yang Menjadi trend Kembali”, penulis menjelaskan bahwa Corporate Governance merupakan konsep lama yang dapat ditelusuri balik hingga ke akhir abad 18 Masehi. Dalam bagian tersebut penulis menguraikan perkembangan Corporate Governance dari awal mula tercetus. Selanjutnya disimpulkan bahwa masalah Corporate Governance akan selalu muncul jika terdapat konflik kepentingan dalam suatu perusahaan. Sementara konflik kepentingan di dalam suatu perusahaan disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan kekuatan anatara berbagai pihka yang berhubungan. Keseimbangan antara berbagai pihal yang berhubungan tersebut membutuhkan aturan main yang jelas agar perangkat organisasi dalam sebuah sistem dapat menjalankan fungsi untuk menjamin terjaganya kepentingan berbagai pihak yang berhubungan dengan perusahaan.
Menurut saya, judul pada bagian “CG: Konsep Lama yang Menjadi Trend Kembali” tidak cocok dengan pembahasan (isi) pada bagian tersebut, karena pembahasan dalam bagian tersebut lebih ditekankan pada perkembangan Corporate Governance. Dan tidak tampak adanya pembahasan mengapa konsep Corporate Governance menjadi trend kembali saat ini seperti juduk yang ditulisakn penulis.
Selanjutnya adalah bagian yang berjudul “Kondisi Penerapan CG di Indonesia”. Menurut saya penulis sudah sangat jelas dan terperinci menjabarkan kondisi penerapan Corporate Governance di Indonesia dimana sistem pengelolaan perusahaan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh faktor ketergantungan pada struktur perusahaan dan hukum yang diwarisi dari Belanda. Serta mekanisme kontrol dalam sistem Corporate Governance yang belum sepenuhnya dapat mengandalkan mekanisme pasar sebagai perangkat kontrol sehingga sistem yang ada belum cukup untuk mendisiplinkan perusahaan seperti halnya di negara maju.
Penulis juga telah memaparkan dengan jelas berbagai kendala dalam penerapan Corporate Governance di Indonesia dalam bagian yang berjudul “Kendala Penerapan CG di Indonesia”. Dalam bagian ini penulis menjelaskan salah satu kendala dalam penerapan Corporate Governance di Indonesia adalah masalah hukum. Selain itu ada moral dan etika yang menurut penulis merupakan kendala paling mendasar dalam penerapan Corporate Governance di Indonesia. Penulis menegaskan bahwa terlepas dari efektif atau tidaknya perangkat hukum dan peraturan yang ada, peluang untuk mendahulukan kepentingan kelompok (pemilik mayoritas) dengan mengorbankan kepentingan pihak lain, misalnya pemilik minoritas bahkan masyarakat/publik adalah sangat besar.
Bagian yang berjudul “Kondisi Penerapan CG di Indonesia” dan “Kendala Penerapan CG di Indonesia” merupakan dua bagian terpenting dalam artikel ini. Kedua bagian tersebut menjadi pokok jawaban yang menjelaskan permasalahan terkait judul yang diangkat oleh penulis.
“CG dan Etika Bisnis” menjadi bagian selanjutnya dalam artikel yang ditulis Prof. Niki Lukviarman. Sesuai dengan judulnya, bagian ini menjelaskan mengenai etika bisnis dan Corporate Governance. Pembahasan dalam bagian ini diperkuat oleh contoh penerapan Corporate Governance yang kembali penulis tekankan. Inti dari bagian ini adalah kendala dalam pelaksanaan Corporate Governance berada pada sisi manusianya atau individu yang berada dalam sistem tersebut. Mekanisme Corporate Governance akan berfungsi optimal jika semua individu yang terkait berpedoman pada aspek moralitas atau etika dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya masing-masing. Hal ini tentu saha memerlukan adanya suatu pedoman etika bisnis yang jelas dan terperinci agar setiap pelanggaran moral bisa dipertanggungjawabkan didepan hukum formal.
Saran yang dapat saya berikan dalam bagian ini adalah dapat dilakukannya pemadatan pembahasan mengenai CG dan Etika Bisnis ini, karena menurut saya pembahasan pada bagian ini masih berkaitan dengan bagian sebelumnya, yaitu Kendala Penerapan CG di Indonesia, dimana masalahnya adalah sisi moralitas dan belum adanya pedoman yang jelas. Selain itu mungkin akan terasa lebih nyaman untuk dibaca  jika penjelasan mengenai hubungan antara Corporate Governance dan Etika Bisnis  dijelaskan pada beberapa paragraf awal dari bagian yang berjudul “CG dan Etika Bisnis” ini, baru selanjutnya penjelasan dari masing-masing CG dan Etika Bisnis. Menurut saya akan lebih mudah dipahami ketika keterkaitan antara CG dan Etika Bisnis dijelaskan terlebih dahulu.
Bagian terakhir dari artikel ini yaitu “Penutup”. Penulis telah menyimpulkan mengapa etika bisnis tidak berjalan di Indonesia berdasarkan karakteristik umum penerapan CG Sistem di Indonesia. Bagian kesimpulan ini telah menjawab pertanyaan terkait dengan judul yang penulis angkat, yaitu ada apa dalam Corporate Governance. Namun, dalam kesimpulan ini saya tidak menemukan jawaban atas rumusan masalah yang tergambar dalam bagian yang berjudul “Masalah”, antara lain: (1) mengapa penerapan kode etik untuk pelaksanaan praktik Corporate Governance ini belum bersifat wajib atau masih bersifat himbauan dan hanya ditujukan pada perusahaan yang tercatat di pasar modal, serta (2) Corporate Governance itu harus seperti apa?
Letak kontribusi terbesar penelitian ini adalah pada kondisi penerapan Corporate Governance di Indonesia serta berbagai kendala yang terjadi. Kondisi dan kendala dari penerapan Corporate Governance ini mampu menggambarkan serta mengedukasi pembaca bahwa Indonesia perlu berbenah termasuk perbaikan moral dan etika bisnis demi terciptanya praktik Corporate Governance yang baik. Selain itu karakteristik umum penerapan CG sistem di Indonesia yang telah penulis rangkum dalam bagian penutup diharapkan mampu menjadi bahan evaluasi bagi perkembangan Corporate Governance ke arah yang lebih baik, serta menjadi tolak ukur untuk segera berbenah dari kesalahan-kesalahan dalam menjalankan kegiatan operasi perusahaan selama ini.
Beberapa kelemahan yang saya dapatkan dalam artikel ini antara lain adalah tidak adanya data resmi yang mampu memperkuat bukti bahwa etika bisnis dan Corporate Governance di Indonesia tidak berjalan dengan baik. Selain itu beberapa referensi yang penulis gunakan sudah teralu lama seperti referensi yang diterbitkan tahun 1972, 1932, 1937, dan 1976. Namun hal ini tidak bersifat keseluruhan karena penulis juga menggunakan referensi terbaru.
Artikel ini tergolong penelitian deskriptif dimana penelitian ini ditujukan untuk mendiskripsikan atau menjelaskan fenomena yang ada. Dalam hal ini fenomena yang dimaksud adalah etika bisnis yang tidak berjalan di Indonesia, sesuai dengan masalah yang telah penulis sebutkan di bagian awal. Dalam artikel ini saya tidak menemukan adanya solusi dari permasalahan yang telah dikemukakan. Selain itu menurut saya artikel ini belum menjelaskan secara mendalam dan terfokus pada studi kasus atau survey sehingga didapatkan faktor paling berpengaruh dan solusi konkrit yang lebih tepat sasaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar